Cahaya ini merupakan hasil pencampuran oksigen, pigmen yang disebut luciferin. Enzim luciferase, bahan kimia yang disebut adenosin trifosfat (ATP) adalah yang menyediakan sel energi, menurut peneliti Harvard Medical School. Kristal asam urat, yang terletak di sel-sel bisa diaktifkan untuk membuat cahaya, bertindak sebagai lapisan reflektif dan bersinar dari seluruh badan serangga.
Namun, pola kedipan perut kunang-kunang itu tetap menjadi misteri, di mana ilmuwan tidak yakin apakah pola ini dikendalikan oleh sel-sel saraf serangga atau suplai oksigen. Tetapi para ilmuwan tahu apa guna kedipan itu. Kunang-kunang dewasa mengeluarkan sinyal cahaya terputus-putus untuk menarik perhatian pasangan di masa depan.
Pola kedipan yang bervariasi dari pendek hingga urutan panjang terus menerus, dan spesies kunang-kunang yang berbeda memiliki cahaya sendiri yang unik, sehingga lebih mudah bagi pasangan yang cocok untuk menemukannya satu sama lain.
Baik kunang-kunang jantan dan betina menyalakan lampu hijau mereka ketika memilih pasangan, dan menggunakan lampu berkedip mereka sebagai sarana untuk berkomunikasi selama pacaran.
Selain kunang-kunang, banyak organisme lain, terutama makhluk laut, menggunakan emisi cahaya untuk seleksi seksual, menarik mangsa dan sebagai alat kamuflase. Diperkirakan ada sekitar 90 persen hewan laut dalam memiliki cahaya, menurut Scripps Institution of Oceanography.
Mekanisme bercahaya kunang-kunang biasanya menunjukkan beberapa informasi misalnya tentang masa hidupnya. Karena menyala di bagian ekornya dan mungkin karena keterbatasan informasi masyarakat "kuno" maka muncullah cerita mitos dari orang-orang tua yang menyebut kunang-kunang membawa "kuku orang mati".