Untuk mengukur suhu udara, biasanya orang akan menggunakan termometer. Jika tinggal di pedesaan atau tempat sepi, coba lakukan dengan mendengarkan suara jangkrik. Krik.. Krik..
Suara jangkrik tercipta dari gesekan antara sayap dengan beberapa bagian tubuh lainnya. Suaranya sangat khas dan terdengar jelas pada lingkungan yang tidak terlalu bising.
Tidak semua jangkrik bisa mengeluarkan bunyi mengekrik, hanya jangkrik jantan yang bisa melakukannya. Suara itu ibarat sebuah lagu merdu, yang dinyanyikan untuk menarik perhatian jangkrik betina.
Selain enak untuk didengar, suara jangkrik yang ritmis tersebut ternyata juga bisa digunakan untuk memperkirakan suhu di luar ruangan. Semakin sering suara jangkrik terdengar, semakin panas suhu lingkungan pada saat itu.
Dikutip dari Snopes , Rabu (21/7/2010), eksperimen untuk membuktikan hal ini telah dimulai pada tahun 1897 oleh ahli fisika asal Amerika , Amos Dolbear. Teorinya tentang termometer jangkrik tersebut kemudian dikenal dengan Hukum Dolbear.
Bertahun-tahun semenjak penemuan tersebut, rumus tentang hubungan suara jangkrik dengan suhu udara terus berkembang. Namun di antara berbagai rumus yang ada, yang paling sering digunakan adalah sebagai berikut:
Untuk memperkirakan suhu lingkungan dalam Fahrenheit , hitung jumlah kerikan dalam 14 detik lalu tambahkan 40. (T = n + 40) contoh: 30 kerikan + 40 = 70 derajat Fahrenheit
Untuk memperkirakan suhu lingkungan dalam Celcius, hitung jumlah kerikan dalam 25 detik, dibagi 3 lalu ditambah 4. (T = (n/3) + 4) contoh: (48 kerikan / 3) + 4 = 20 derajat Celcius
Rumus di atas dibuktikan oleh Dr Peggy LeMone, ilmuwan The Globe Program dalam eksperimen pada tahun 2007 yang didanai oleh NASA . Dalam laporannya ia menyimpulkan bahwa rumus tersebut sangat mendekati suhu sebenarnya, yang diukur dengan termometer.
Namun Dr Peggy memberi catatan, rumus ini sebaiknya digunakan pada suhu di atas 55 derajat Fahrenheit (12,78 derajat Celcius). Sebab jika terlalu dingin, biasanya jangkrik-jangkrik jantan tidak bergairah untuk memanggil betina.